Nama : Yudo Sakti Wicaksono
Kelas
: A
NBI : 1311401531
Mata
Kuliah : Teknik Perancangan Kontrak
Asas
Itikad Baik
Dalam hal kontrak tentu saja kita pernah membuat suatu
perikatan, misalnya kita membuat sebuah perjanjian dengan siapapun maka tentu
saja otomatis kita akan terikat secara hukum dengan seseorang yang lain.
Misalnya kita melakukan perjanjian jual beli maupun perjanjian sewa menyewa.
Maka dalam hal kita membuat suatu perjanjian maka harus ada yang harus dan
wajib untuk kita patuhi bersama (para pihak yang terikat), yaitu asas itikad
baik yang perlu dijadikan dasar untuk seseorang melakukan perbuatan hukum dalam
mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Pada saat seseorang telah terbukti
bahwa saat hendak membuat suatu perjanjian akan tetapi dilandasi oleh itikad
buruk maka dapat berakibat batalnya suatu perjanjian tersebut. Kita ambil
contoh saja seperti seseorang yang telah membuat suatu perjanjian hutang
piutang namun dengan tujuan untuk menggelapkan dana pinjamannya, maka jelas
sekali bahwa hal tersebut tidak didasari pada itikad baik dalam membuat suatu
perjanjian.
Seperti yang sudah tercantum didalam KUHPerdata, Asas
Itikad Baik tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas tersebut merupakan
asas yang digunakan para pihak dalam suatu perikatan, maka bisa disimpulkan
bahwa para pihak yaitu kreditur dan debitur yang saling mengikat harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan dari kepercayaan ataupun keyakinan
yang teguh serta kemauan baik dari para pihak yang terikat. Asas itikad baik
terbagi menjadi dua macam, yakni yang pertama adalah itikad baik nisbi
(relative) dan yang kedua adalah itikad baik mutlak. Pengertian dari itikad
baik yang pertama yaitu seseorang memperhatikan sikap dan juga tingkah laku
yang telah nyata dari subjek. Pengertian dari itikad baik yang kedua adalah
penilian terletak pada akal sehat serta keadilan dan dibuat ukuran yang
obyektif untuk bisa menilai suatu keadaan (penilaian yang tidak memihak) yaitu
menurut norma-norma yang obyektif.
Dalam praktek pelaksanan dari perjanjian sering sekali
ditafsirkan bahwa asas itikad baik adalah sebagai suatu hal yang sangat
berhubungan sekali dengan kepatuhan serta kepantasan para pihak dalam
melaksanakan suatu perjanjian atau kontrak yang menimbulkan perikatan. Menurut
dari teori klasik dalam hukum kontrak, asas itikad baik bisa juga diterapkan
ketika perjanjian telah memenuhi syarat tertentu,sebab akibat dari ajaran ini
maka tidak melindungi para pihak yang telah menderita didalam tahap pra kontrak
maupun dalam tahap perundingan, oleh karena didalam tahap ini suatu perjanjian
belum memenuhi syarat tertentu. Penerapan dari asas itikad baik didalam
kontrak bisnis, maka haruslah sangat perlu diperhatikan lebih terutama ketika para
pihak melakukan perjanjian pra kontrak maupun negosiasi, sebab itikad baik baru
diakui apabila jika perjanjian telah memenuhi semua syarat sahnya perjanjian
ataupun setelah melakukan negosiasi. Terhadap timbulnya kemungkinan yang
terjadi seperti kerugian terhadap para pihak yang mengikat pemberlakukan asas
itikad baik ini, Suharnoko menjelaskan secara implisit bahwa Undang-undang
Perlindungan Konsumen sudah mengakui bahwa suatu niat itikad baik itu sudah
harus ada sebelum para pihak menandatangani suatu kontrak perjanjian diantara
para pihak yang terikat, sehingga janji-janji dari pra kontrak dapat diminta suatu
pertanggungjawaban berupa ganti rugi, bila janji tersebut telah diingkari.
Pengertian dari asas itikad baik secara defenisi
tersendiri tidak dapat ditemukan sebab tidak dituliskan atau dijelaskan secara
terperinci didalam KUHPer apa yang dimaksud dengan asas itikad baik, namun
dapat dilihat pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata hanya disebutkan bahwa perikatan
dari perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan oleh para pihak yang terikat dengan
“itikad baik”. Maka menurut Subekti dan Wirjono Prodjodikoro, asas itikad baik
(te goeder trouw) yang sering sekali diterjemahkan sebagai kejujuran, serta
dibedakan ada dua macam, yaitu yang pertama adalah itikad baik ketika para
pihak akan mengadakan suatu hubungan hukum maupun perjanjian yang mengikatkan
diri para pihak yang membuat suatu perjanjian, dan yang kedua adalah itikad
baik ketika para pihak melaksanakan apa yang menjadi hak-hak serta
kewajiban-kewajiban yang telah timbul dari adanya hubungan hukum tersebut. Jadi
sampai saat ini tidak ada penjelasan mengenai makna tunggal dari asas itikad
baik dalam suatu kontrak yang mengikat para pihak, sehingga masih sering
terjadi suatu perdebatan mengenai bagaimana makna yang sebenarnya dari itikat
baik itu sendiri. Itikad baik dari para pihak, haruslah bisa mengacu kepada suatu
nilai-nilai yang telah berkembang ditengah masyarakat luas, oleh sebab itikad
baik merupakan bagian yang penting dari masyarakat.