Senin, 20 Maret 2017

yaaa



Nama              : Yudo Sakti Wicaksono
Kelas               : A
NBI                 : 1311401531
Mata Kuliah : Teknik Perancangan Kontrak

Asas Itikad Baik
Dalam hal kontrak tentu saja kita pernah membuat suatu perikatan, misalnya kita membuat sebuah perjanjian dengan siapapun maka tentu saja otomatis kita akan terikat secara hukum dengan seseorang yang lain. Misalnya kita melakukan perjanjian jual beli maupun perjanjian sewa menyewa. Maka dalam hal kita membuat suatu perjanjian maka harus ada yang harus dan wajib untuk kita patuhi bersama (para pihak yang terikat), yaitu asas itikad baik yang perlu dijadikan dasar untuk seseorang melakukan perbuatan hukum dalam mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Pada saat seseorang telah terbukti bahwa saat hendak membuat suatu perjanjian akan tetapi dilandasi oleh itikad buruk maka dapat berakibat batalnya suatu perjanjian tersebut. Kita ambil contoh saja seperti seseorang yang telah membuat suatu perjanjian hutang piutang namun dengan tujuan untuk menggelapkan dana pinjamannya, maka jelas sekali bahwa hal tersebut tidak didasari pada itikad baik dalam membuat suatu perjanjian.
Seperti yang sudah tercantum didalam KUHPerdata, Asas Itikad Baik tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas tersebut merupakan asas yang digunakan para pihak dalam suatu perikatan, maka bisa disimpulkan bahwa para pihak yaitu kreditur dan debitur yang saling mengikat harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan dari kepercayaan ataupun keyakinan yang teguh serta kemauan baik dari para pihak yang terikat. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni yang pertama adalah itikad baik nisbi (relative) dan yang kedua adalah itikad baik mutlak. Pengertian dari itikad baik yang pertama yaitu seseorang memperhatikan sikap dan juga tingkah laku yang telah nyata dari subjek. Pengertian dari itikad baik yang kedua adalah penilian terletak pada akal sehat serta keadilan dan dibuat ukuran yang obyektif untuk bisa menilai suatu keadaan (penilaian yang tidak memihak) yaitu menurut norma-norma yang obyektif. 
Dalam praktek pelaksanan dari perjanjian sering sekali ditafsirkan bahwa asas itikad baik adalah sebagai suatu hal yang sangat berhubungan sekali dengan kepatuhan serta kepantasan para pihak dalam melaksanakan suatu perjanjian atau kontrak yang menimbulkan perikatan. Menurut dari teori klasik dalam hukum kontrak, asas itikad baik bisa juga diterapkan ketika perjanjian telah memenuhi syarat tertentu,sebab akibat dari ajaran ini maka tidak melindungi para pihak yang telah menderita didalam tahap pra kontrak maupun dalam tahap perundingan, oleh karena didalam tahap ini suatu perjanjian belum memenuhi syarat tertentu. Penerapan dari asas itikad baik didalam kontrak bisnis, maka haruslah sangat perlu diperhatikan lebih terutama ketika para pihak melakukan perjanjian pra kontrak maupun negosiasi, sebab itikad baik baru diakui apabila jika perjanjian telah memenuhi semua syarat sahnya perjanjian ataupun setelah melakukan negosiasi. Terhadap timbulnya kemungkinan yang terjadi seperti kerugian terhadap para pihak yang mengikat pemberlakukan asas itikad baik ini, Suharnoko menjelaskan secara implisit bahwa Undang-undang Perlindungan Konsumen sudah mengakui bahwa suatu niat itikad baik itu sudah harus ada sebelum para pihak menandatangani suatu kontrak perjanjian diantara para pihak yang terikat, sehingga janji-janji dari pra kontrak dapat diminta suatu pertanggungjawaban berupa ganti rugi, bila janji tersebut telah diingkari.
Pengertian dari asas itikad baik secara defenisi tersendiri tidak dapat ditemukan sebab tidak dituliskan atau dijelaskan secara terperinci didalam KUHPer apa yang dimaksud dengan asas itikad baik, namun dapat dilihat pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata hanya disebutkan bahwa perikatan dari perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan oleh para pihak yang terikat dengan “itikad baik”. Maka menurut Subekti dan Wirjono Prodjodikoro, asas itikad baik (te goeder trouw) yang sering sekali diterjemahkan sebagai kejujuran, serta dibedakan ada dua macam, yaitu yang pertama adalah itikad baik ketika para pihak akan mengadakan suatu hubungan hukum maupun perjanjian yang mengikatkan diri para pihak yang membuat suatu perjanjian, dan yang kedua adalah itikad baik ketika para pihak melaksanakan apa yang menjadi hak-hak serta kewajiban-kewajiban yang telah timbul dari adanya hubungan hukum tersebut. Jadi sampai saat ini tidak ada penjelasan mengenai makna tunggal dari asas itikad baik dalam suatu kontrak yang mengikat para pihak, sehingga masih sering terjadi suatu perdebatan mengenai bagaimana makna yang sebenarnya dari itikat baik itu sendiri. Itikad baik dari para pihak, haruslah bisa mengacu kepada suatu nilai-nilai yang telah berkembang ditengah masyarakat luas, oleh sebab itikad baik merupakan bagian yang penting dari masyarakat.







 

Footer Widget #1

Footer Widget #2

Copyright 2010 Taruna Info. All rights reserved.
Themes by Bonard Alfin | Distributed by: free blogger template videobest blogger templates of 2013 | best vpn anonymous best vpn on mac